The Stone Age Tools Blog
Dear Sir, I'm Sujatmiko (Miko), geologist and gemologist as profession, lived in Bandung, West Java, Indonesia. Interested in geo-archeology, since few years I've collected stone tools from several parts of Java. From East Java ( located at east of the well known Patjitanian Culture Site of von Konigswald 1934), more than 10.000 stone tools of typology Oldowan-Acheulean up to Neolitic stone tools have already been stocked savely in Vandund, so that from Central Java and West Java. Since few months I'm concentrating my effort to collect Neolitic stone tools from a Regency in West Java and successfully collecting about 500 high class hand axes.
With all my collection, I'm trying to invite investors in Indonesia to support me to build a huge Stone Age Museum here in Bandung or outside Bandung. I believe that such museum would attract million visitors from all over the world to come to West Java and Indonesia that will prosphering our people.
I wonder if you could share your opinion and give me suggestion. Many thanks for your kindness,
Yours sincerely,
Miko
Note : I can send you pictures if you like.
INDONESIAN GEMSTONE
Berawal dari hobi mengoleksi batu-batuan, pada tahun 1989, GEM-AFIA mulai beroperasi dengan kegiatan utama mengolah beberapa jenis batuan yang didapat dari lahan-lahan potensial seluruh Indonesia khususnya di Jawa Barat. Kepada penggemar dan kolektor batumulia, kami adalah solusi anda. Jika anda tertarik, hubungi kami di email :gems.miko@gmail.com atau telp : 022-6038712, Mobile : 0812-23692624/0812-2010582 (sms/telp).
Kamis, 06 Agustus 2015
Jumat, 11 Oktober 2013
KISAH SEPOTONG BATU MIRAH DELIMA
Rekan-rekan gems lovers yang budiman,
Saya ajak rekan-rekan untuk
menyimak suatu dunia yang jauh dari gunjang-ganjing kritik dan politik.
Topiknya mengenai gemstone atau batumulia, batu permata atau batu aji (dibakukan
oleh Dept. Energi dan Pertambangan dengan istilah batumulia). Isinya bukan yang rumit-rumit atau kuliah, melainkan
pengalaman praktis yang semoga dapat menambah wawasan rekan-rekan gems lovers. Bagi
rekan-rekan yang interested, mari
bergabung dalam Gemstone Lovers (penggemarnya
di Indonesia lebih dari 50% dari penduduk dewasa). Dongeng pertama ini
insyaallah akan disambung dengan dongeng-dongeng yang lain, baik dari saya
ataupun dari teman-teman gemstone lovers yang
lain ( disarankan dari pengalaman ). OK ?!
KISAH
SEPOTONG BATU MIRAH DELIMA
Rekan-rekan gems lovers,
Seorang anggota Masyarakat
Batumulia Indonesia (Mr. G) yang juga pemilik sebuah toko emas dan permata di kawasan
Pasar Baru Bandung. Pada suatu hari dia datang membawa sepotong batu berwarna
merah daging yang terbungkus lapisan batuan tipis berwarna hijau tua. Beratnya
sekitar 3 kg. Dari pengamatan secara quick look dan uji gemologi sederhana,
dapat dipastikan bahwa batu Pak Gunawan adalah sejenis RUBY atau MIRAH DELIMA,
sedangkan lapisan batuan tipis berwarna hijau yang menyelimuti bagian luar
adalah mineral ZOISITE. Menurut Cursio Cipriani, 1986 , di dunia, kombinasi
mirah delima dengan mineral zoisite
hanya ditemukan di Tanzania (there is
nothing like it in the mineral world).
Rekan – rekan gems lovers,
Sekitar sebulan
kemudian, Mr. G datang lagi membawa mirah delimanya, tetapi kali ini
sudah tidak utuh. Bagian bawahnya telah terpotong. Saya tanyakan kenapa sampai
terpotong, beliau menjelaskan bahwa mirah delimanya diperiksakan ke sebuah
kantor di Bandung dimana selain dipotong, sertifikatnya menyatakan bukan mirah
delima melainkan batuan ultra-basa
(tidak spesifik menyebutkan zoisite).
Bagian batuan yang berwarna merah ternyata tidak dijelaskan. Batuan ultra basa
yang dimaksud adalah lapisan batuan tipis berwarna hijau yang prosentasenya
kurang dari 1%. Melihat kenyataan ini, peminat mirah delima yaitu Mr. K, seorang pengusaha Jepang
yang kenal saya, langsung meminta untuk memeriksakan ulang ke Mang Okim. Alhamdulillah, kali ini konsultasi yang saya berikan mendapatkan imbalan duit karena harus
mengeluarkan sertifikat. Hasilnya tetap seperti pada kesimpulan pertama yaitu MIRAH DELIMA TANZANIA, hanya disebutkan
bahwa telah dipotong.
Menurut cerita Mr. G, sepulangnya dari pemeriksaan quick
look pertama, sebelum masuk ke tokonya, dia bertemu Mr. K yang
sengaja mengunjunginya. Ketika ditanya tentang batu yang dibawa, Mr. G
menjelaskan bahwa batunya adalah mirah delima (ruby) dengan harga satu
milyar rupiah. Perlu diketahui
bahwa pada saat itu, mirah delima Tanzania memang masih sangat langka.
Mendengar penjelasan Mr. G, Mr. K yang pengusaha, langsung
tertarik dan minta sertifikat. Tanpa pikir panjang, Mr. G pergi ke sebuah
kantor di Bandung, menemui beberapa ahli geologi yang pekerjaan sehari-harinya
memeriksa batuan granit dan sejenisnya. Karenanya tidak heran kalau mirah
delima Mr. G diperlakukan seperti batu granit, langsung dipotong dan
dibuat sayatan tipis agar bisa diperiksa dengan mikroskop polarisasi. Akibat
pemotongan tersebut, berat mirah delima berkurang sekitar 300 gram.
Rekan-rekan gems lovers,
Sungguh kasihan nasib Mr. G. Mirah delima punya
orang lain yang harga penawarannya seratus
juta rupiah, langsung ditawarkan ke Mr. K satu milyar rupiah.
Keuntungan besar yang sudah dibayangkan ternyata berubah drastis menjadi
musibah. Akibat dipotongnya mirah delima tersebut, Mr. K tak tertarik
lagi bernegosiasi dan selain dari itu Mr. G dipenalti oleh pemilik mirah
delima sebanyak tiga puluh juta rupiah,
suatu jumlah yang saat itu sama nilainya dengan harga sebuah mobil kijang baru.
Dari kisah
nyata di atas kiranya perlu diketahui oleh rekan-rekan gems lovers bahwa testing
batumulia secara prinsip tidak merusak. Testing kekerasan misalnya, goresan
pensil kekerasan atau hardness pencil
maksimum hanya meninggalkan goresan kecil di tempat yang tidak menyolok. Oleh
karenanya, berhati-hatilah dalam memeriksakan batumulia agar anda tidak
bernasib malang seperti Mr. G.
Sampai bertemu lagi di kisah lain. Untuk para peminat Gemstone Lovers, seandainya ada pertanyaan di bidang batumulia, jangan
ragu-ragu menyampaikannya., insyaallah akan dicarikan jawabannya.
Salam hangat , Mang Okim.
Label:
Kumpulan Artikel
Senin, 07 Oktober 2013
Rabu, 19 Desember 2012
SP - 026 PLAKAT BATU MULIA
Ukuran PxLxT (cm) :
P = 25, L = 20, T = 32
Berat : 1.5 kgram
Harga : Rp. 2.500.000,-
Ket : batu mulia jenis amethyst, dudukan dari kayu di cat melamik warna hitam doff, packing terbuat dari flexy glass bening.
Harga belum termasuk ongkos kirim
Label:
PLAKAT BATUMULIA
SP - 025 PLAKAT BATU MULIA
Ukuran PxLxT (cm) :
P = 20, L = 12, T = 22.5
Berat : 700 gram
Harga : Rp. 1.210.000,-
Ket : batu mulia, dudukan dari kayu di cat melamik warna hitam doff, packing dai flexy glass bening.
Harga belum termasuk ongkos kirim
Label:
PLAKAT BATUMULIA
SP - 024 PLAKAT BATU MULIA
Ukuran PxLxT (cm) :
8 x 9 x 18
Berat : 500 gram
Harga : Rp. 750.000,-
Ket : batu mulia, dudukan dari kayu di cat melamik warna hitam doff
Harga belum termasuk ongkos kirim
Label:
PLAKAT BATUMULIA
SP - 023 PLAKAT BATU MULIA
Ukuran PxLxT (cm) :
11 x 6 x30
Berat : 2 kg
Harga : Rp. 1.250.000,-
Ket : Full batu mulia, peta diukir
Harga belum termasuk ongkos kirim
Label:
PLAKAT BATUMULIA
Senin, 16 Januari 2012
Kesimpulan Ekspedisi Geologi G. Sadahurip
DARI PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN :
GUNUNG SADAHURIP DI GARUT BUKAN BANGUNAN PIRAMIDA
Oleh : Sujatmiko
Gunung Sadahurip adalah sebuah gunung kecil terisolir yang terletak di Desa Sukahurip , Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut. Tingginya yang 1463 meter di atas permukaan laut, membuat gunung mungil ini tampak menyolok di kejauhan, begitu kita memasuki Kecamatan Wanaraja dari arah Garut . Bentuknya yang mirip dengan bangunan piramida, ditambah dengan mitos penduduk setempat tentang keanehan dan keangkerannya, apalagi diperkuat oleh bisikan-bisikan ghoib, membuat Yayasan Turangga Seta yakin bahwa G. Sadahurip adalah sebuah piramida budaya yang dibangun oleh nenek moyang kita. Keyakinan mereka kemudian dituangkan dalam suatu hipotesa yang menyimpulkan bahwa selain di G. Sadahurip, terpendam bangunan piramida budaya di gunung-gunung berbentuk piramida lainnya di Jawa Barat antara lain G. Kaledong dan G. Haruman , keduanya di Garut , dan G. Lalakon di Bandung. Hipotesa mereka ini tentu saja mengundang kontroversi khususnya bagi kalangan ilmuwan kebumian mengingat geomorfologi model piramida yang merupakan produk dari proses geologi dan gunung api sangat umum ditemukan di banyak penjuru dunia. Walaupun demikian , berkat semangat dan kemahiran Yayasan Turangga Seta dalam menyosialisasikan hipotesanya dan memanfaatkan nama besar dari beberapa pakar ilmu kebumian yang di awal penelitian mereka ikut berpartisipasi, maka akhirnya Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana di Binagraha terpancing untuk ikut nimbrung melalui tim bentukannya yaitu Tim Bencana Katastropik Purba. Tim inilah yang beberapa waktu lalu mengklaim telah menemukan Piramida Sadahurip, yang selain tertinggi dan terbesar di dunia, juga tertua yaitu lebih dari 6000 tahun sebelum Masehi . Pernyataan-pernyataan lainnya yang tak kalah kontroversialnya kemudian dilemparkan ke masyarakat luas antara lain tentang temuan pintu masuk ke ruang piramida di perut G. Sadahurip , dan yang terakhir tentang kehebatan para pendiri piramida yang diyakini telah mampu memindahkan seluruh kandungan batuan yang sebelumnya menyusun lembah Batu Rahong untuk dijadikan bahan bangunan Piramida Sadahurip. Pernyataan terakhir ini yang sebetulnya dapat dijelaskan dengan konsep ilmu rupa bumi atau geomorfologi mengindikasikan bahwa Tim Bencana Katastropik Purba tidak dilengkapi dengan tenaga ahli kebumian yang mumpuni, yang selain dapat membaca dan menerjemahkan gejala alam yang telah dan sedang terjadi, juga dapat menjaga martabat dan kehormatan institusi kepresidenan yang seharusnya selalu kita junjung tinggi.
Gunung Sadahurip asli bentukan alam
Kepastian bahwa G. Sadahurip merupakan bentukan alam murni tanpa campur tangan manusia, apalagi tenaga ghoib , didapat setelah penulis melakukan pengamatan geologi langsung di lapangan pada tanggal 8 Januari 2012. Dalam kegiatan ini tim penulis didukung dan dikawal oleh Dan Ramil 1103 Wanaraja Garut, Kapten TNI Didi Suryadi beserta beberapa orang anggotanya , dan Sekretaris Desa Sukahurip, Bapak Syarip Hidayat. Target pengamatan pertama adalah morfologi G. Sadahurip yang tampak simetris sempurna dari arah Wanaraja, tetapi ternyata menjadi tidak simetris dari arah selatan / Kampung Cicapar (Gambar 1).
Gambar 1. G. Sadahurip yang bentuknya tidak simetris
kalau dilihat dari Kampung Cicapar .
Pengamatan selanjutnya difokuskan kepada fenomena geologi yang ditemukan di sepanjang perjalanan , dari mulai Kampung Cipacar sampai ke puncak G. Sadahurip dan kemudian turun ke Kampung Sokol. Singkapan batuan yang ditemukan berupa batuan beku andesit dalam bentuk aliran lava dan batuan intrusif yang masif , yang di beberapa tempat melapuk meninggalkan struktur kulit bawang atau kekar tiang ( Gambar 2 ).
Gambar 2. Singkapan batuan beku yang telah lapuk meninggalkan
inti batu dan struktur pelapukan kulit bawang ( ditemukan di banyak
singkapan batuan di lereng sampai puncak G. Sadahurip ).
Selain dari itu, ditemukan juga batuan piroklastika hasil kegiatan gunung api yang kebanyakan telah lapuk . Dengan variasi batuan semacam ini yang sangat umum ditemukan di morfologi gunung berbentuk piramida, maka dapat disimpulkan bahwa G. Sadahurip adalah sebuah gunung api kecil yang utuh dengan bentuk menyerupai piramida. Fenomena semacam ini oleh van Bemmelen disebut sebagai lava dome (The Geology of Indonesia, 1949) dan oleh Arthur Holmes sebagai cumulo dome (Principles of Physical Geology, 1984).
Metode penelitian geologi sederhana yang penulis uraikan ini sebetulnya merupakan materi kuliah Geologi Dasar di seluruh Fakultas Geologi di Indonesia yang seharusnya dipertimbangkan oleh Tim Bencana Katastropik Purba dalam melaksanakan penelitiannya. Dengan demikian maka pemakaian beragam peralatan super canggih seperti geolistrik superstring, georadar, foto satelit 3 D – IFSAR resolusi 5 meter, dan bahkan penentuan umur dengan metode Karbon C-14 atau radiocarbon dating yang tentunya telah menguras dana dan tenaga yang tidak kecil akan dapat dihindari.
Antara bisikan ghoib dan pertimbangan ilmiah
Dalam wawancaranya dengan VIVAnews pada tanggal 15 Februari 2011, Yayasan Turangga Seta yang didirikan sekitar tahun 2004 mengakui bahwa metode penelitian yang mereka terapkan banyak didasarkan atas kepekaan beberapa anggotanya terhadap kehadiran ghoib yang mereka sebut sebagai parallel existence (penulis menyebutnya sebagai bisikan ghoib). Mereka terkesan bangga menyebut timnya sebagai MIT atau Menyan Institute of Technology dengan argumentasi bahwa dalam melakukan perburuan situs prasejarah , yang mungkin dengan ritual pembakaran kemenyan untuk mengundang roh, mereka kadang-kadang mendapat sokongan informasi lokasi dari informan tak kasatmata ( VIVAnews, 17 Maret 2011 ). Dengan keyakinan semacam itu maka dapat dimengerti mengapa dalam sosialisasi pertamanya di hadapan Wagub Jabar tanggal 3 Maret 2011, Yayasan Turangga Seta terkesan kurang senang ketika penulis dan Drs. Lutfi Yondri M.Hum., pakar arkeologi dari Balar Bandung, memberikan masukan ilmiah , padahal maksudnya agar Yayasan Turangga Seta yang sebagian besar anggotanya masih muda-muda dapat lebih berhati-hati , baik dalam melakukan penelitian ataupun dalam prosedur dan perizinannya ( sesuai dengan isi Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 ). Masukan serupa tetapi sedikit lebih keras diberikan lagi kepada perwakilan Yayasan Turangga Seta ketika memperkenalkan hipotesanya di Jurusan Tambang ITB pada tanggal 6 Mei 2011 yang dihadiri juga oleh penulis dan Drs. Lutfi Yondri M.Hum. Pernyataan mereka ketika itu cukup tegas bahwa mereka lebih percaya kepada bisikan ghoib atau parallel existence dari pada pertimbangan ilmiah. Selain peringatan secara langsung, sanggahan melalui media internet dan media cetak dilayangkan juga antara lain oleh Mang Okim ( milis IAGI 20 Maret 2011 : Piramida G. Lalakon di Bandung, Akhir Sebuah Harapan ) , Dr. Ir. Budi Brahmantyo M.Sc. ( PR 3 Agustus 2011 : Gunung Lalakon, Sebuah Karya Alam ), dan lain-lain. Artikel dan tulisan berikut lampiran gambar-gambar yang menjelaskan dan menyanggah hipotesas piramida tersebut dan telah dikutip oleh Google, dipastikan telah dibaca juga oleh Yayasan Turangga Seta. Selain dari itu, beberapa pakar geologi terkemuka di Indonesia yang pada awalnya mendampingi dan mendukung secara sukarela penelitian mereka, kemudian menarik diri setelah menyadari adanya penyimpangan metode dan arah penelitian mereka dari kaidah-kaidah ilmu kebumian yang baku ( pengakuan Dr.Ir.Danny Hilman M.Sc. di Nasional, 4 April 2011, dan bantahan keras Dr.Ir. Andang Bachtiar M.Sc. di FB karena nama dan reputasinya dimanfaatkan secara tidak benar ). Dengan adanya sanggahan dan bantahan dari para pakar tersebut, maka sungguh sulit dimengerti bahwa Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana justru terpengaruh dan bahkan mendukung penuh kegiatan eksplorasi dan penggalian arkeologi yang di beberapa lokasi diketahui melanggar ketentuan dan prosedur yang digariskan dalam Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010.
Antara bisikan ghoib dan pertimbangan ilmiah
Dalam wawancaranya dengan VIVAnews pada tanggal 15 Februari 2011, Yayasan Turangga Seta yang didirikan sekitar tahun 2004 mengakui bahwa metode penelitian yang mereka terapkan banyak didasarkan atas kepekaan beberapa anggotanya terhadap kehadiran ghoib yang mereka sebut sebagai parallel existence (penulis menyebutnya sebagai bisikan ghoib). Mereka terkesan bangga menyebut timnya sebagai MIT atau Menyan Institute of Technology dengan argumentasi bahwa dalam melakukan perburuan situs prasejarah , yang mungkin dengan ritual pembakaran kemenyan untuk mengundang roh, mereka kadang-kadang mendapat sokongan informasi lokasi dari informan tak kasatmata ( VIVAnews, 17 Maret 2011 ). Dengan keyakinan semacam itu maka dapat dimengerti mengapa dalam sosialisasi pertamanya di hadapan Wagub Jabar tanggal 3 Maret 2011, Yayasan Turangga Seta terkesan kurang senang ketika penulis dan Drs. Lutfi Yondri M.Hum., pakar arkeologi dari Balar Bandung, memberikan masukan ilmiah , padahal maksudnya agar Yayasan Turangga Seta yang sebagian besar anggotanya masih muda-muda dapat lebih berhati-hati , baik dalam melakukan penelitian ataupun dalam prosedur dan perizinannya ( sesuai dengan isi Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 ). Masukan serupa tetapi sedikit lebih keras diberikan lagi kepada perwakilan Yayasan Turangga Seta ketika memperkenalkan hipotesanya di Jurusan Tambang ITB pada tanggal 6 Mei 2011 yang dihadiri juga oleh penulis dan Drs. Lutfi Yondri M.Hum. Pernyataan mereka ketika itu cukup tegas bahwa mereka lebih percaya kepada bisikan ghoib atau parallel existence dari pada pertimbangan ilmiah. Selain peringatan secara langsung, sanggahan melalui media internet dan media cetak dilayangkan juga antara lain oleh Mang Okim ( milis IAGI 20 Maret 2011 : Piramida G. Lalakon di Bandung, Akhir Sebuah Harapan ) , Dr. Ir. Budi Brahmantyo M.Sc. ( PR 3 Agustus 2011 : Gunung Lalakon, Sebuah Karya Alam ), dan lain-lain. Artikel dan tulisan berikut lampiran gambar-gambar yang menjelaskan dan menyanggah hipotesas piramida tersebut dan telah dikutip oleh Google, dipastikan telah dibaca juga oleh Yayasan Turangga Seta. Selain dari itu, beberapa pakar geologi terkemuka di Indonesia yang pada awalnya mendampingi dan mendukung secara sukarela penelitian mereka, kemudian menarik diri setelah menyadari adanya penyimpangan metode dan arah penelitian mereka dari kaidah-kaidah ilmu kebumian yang baku ( pengakuan Dr.Ir.Danny Hilman M.Sc. di Nasional, 4 April 2011, dan bantahan keras Dr.Ir. Andang Bachtiar M.Sc. di FB karena nama dan reputasinya dimanfaatkan secara tidak benar ). Dengan adanya sanggahan dan bantahan dari para pakar tersebut, maka sungguh sulit dimengerti bahwa Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana justru terpengaruh dan bahkan mendukung penuh kegiatan eksplorasi dan penggalian arkeologi yang di beberapa lokasi diketahui melanggar ketentuan dan prosedur yang digariskan dalam Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010.
Pelajaran berharga bagi kita semua
Gencarnya issue tentang Piramida G. Sadahurip ini , yang oleh masyarakat Garut diartikan sebagai adanya bangunan piramida dan / atau kandungan harta karun di perut G. Sadahurip, membuat aparat Kecamatan Pangatikan dan Desa Sukahurip di Garut menjadi sibuk luar biasa. Selain karena membanjirnya para pengunjung ke puncak G. Sadahurip sejak sekitar 6 bulan terakhir , yang ketika penulis mendaki gunung ini pada tanggal 8 Januari 2012 jumlahnya mencapai lebih dari 200 orang ( Gambar 3 )
Gambar 3. Singkapan batuan beku alamiah di lereng G.Sadahurip yang tersingkap menjelang puncak G. Sadahurip. Bagian bawah dari batuan beku ini adalah induk batuan beku yang lebih besar, yang menyusun seluruh bagian dalam dari G. Sadahurip.
beberapa instansi terkait dan Pemkab Garut tentunya tak kalah sibuknya melayani permintaan dan pertanyaan para pejabat di Jakarta tentang issue piramida tersebut. Hikmah dari semua itu adalah meningkatnya minat masyarakat dan para pelajar untuk mendaki sampai ke puncak G. Sadahurip melalui jalan setapak dan lereng terjal yang tidak ringan. Untuk melayani pengunjung, paling sedikit 3 warung jajanan telah dibangun mendadak oleh penduduk setempat di lereng G. Sadahurip. Hal ini memberikan indikasi bahwa masyarakat sangat mendambakan sarana wisata minat khusus yang sebetulnya bisa diciptakan oleh para pemangku kekuasaan kalau mau. Sehubungan dengan itu , maka walaupun G. Sadahurip bukan bangunan piramida budaya, alangkah baiknya kalau minat masyarakat khususnya para remaja dan pelajar yang dengan semangat pantang menyerah mendaki sampai ke puncak G. Sadahurip dapat dipertahankan . Dengan anggaran yang tidak seberapa dan bahkan melalui kerja gotong royong, jalan ke puncak G. Sadahurip dapat diatur dengan membuat tangga-tangga sederhana. Pemandangan alam dilihat dari puncak G. Sadahurip sungguh luar biasa antara lain G. Kaledong dan G. Haruman serta beberapa gunung lainnya yang bentuk piramidanya tak kalah indahnya dari G. Sadahurip ( Gambar 4 ).
Gambar 4. G. Kaledong dan G. Haruman diabadikan dari puncak G. Sadahurip.
Kedua gunung ini yang menjulang tinggi ke langit , diklaim oleh Yayasan Turangga Seta
sebagai bangunan piramida budaya hasil temuannya.
Dan kepada Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, pesan moral yang kiranya perlu disampaikan adalah agar tidak terjun terlalu jauh dalam masalah-masalah yang sebetulnya dapat dilakukan oleh lembaga dan instansi serta institusi pendidikan terkait. Alangkah ironisnya bahwa hilangnya bangunan sangat penting di puncak G.Sadahurip yaitu beton Trianggulasi T 74 yang dibongkar karena dikira mengandung harta karun, lepas dari perhatian , padahal hukuman bagi pencurinya di zaman kolonial Belanda begitu berat.
Bandung, 12 Januari 2012,
Sujatmiko ( Sekjen Kelompok Riset Cekungan Bandung dan anggota IAGI )
Jalan Pajajaran 128, Bandung 40173, Telpon 022-6038712 / HP 08122010582
Label:
Kumpulan Artikel
Langganan:
Postingan (Atom)